Rabu, 18 Januari 2012

Jenis - jenis tarian di Indonesia


Tari Saman

http://2.bp.blogspot.com/_u7qQy8lmYGk/SsGxGHuOiMI/AAAAAAAAAdE/X-hCbHksXHA/s320/Tari+saman.jpg
Di antara beraneka ragam tarian dari pelosok Indonesia, tari saman termasuk dalam kategori seni tari yang sangat menarik. Keunikan tari saman ini terletak pada kekompakan gerakannya yang sangat menakjubkan. Para penari saman dapat bergerak serentak mengikuti irama musik yang harmonis. Gerakan-gerakan teratur itu seolah digerakkan satu tubuh, terus menari dengan kompak, mengikuti dendang lagu yang dinamis. Sungguh menarik, bukan? Tak salah jika tari saman banyak memikat hati para penikmat seni tari. Bukan hanya dari Indonesia, tapi juga dari mancanegara. Sekarang, mari kita ulas lebih dalam lagi mengenai tarian unik ini.

Sejarah

Mengapa tarian ini dinamakan tari Saman? Tarian ini di namakan Saman karena diciptakan oleh seorang Ulama Aceh bernama Syekh Saman pada sekitar abad XIV Masehi, dari dataran tinggi Gayo. Awalnya, tarian ini hanyalah berupa permainan rakyat yang dinamakan Pok Ane. Namun, kemudian ditambahkan iringan syair-syair yang berisi puji-pujian kepada Allah SWT, serta diiringi pula oleh kombinasi tepukan-tepukan para penari. Saat itu, tari saman menjadi salah satu media dakwah.

Pada mulanya, tari saman hanya ditampilkan untuk even-even tertentu, khususnya pada saat merayakan Hari Ulang Tahun Nabi Besar Muhammad SAW atau disebut peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Biasanya, tari saman ditampilkan di bawah kolong Meunasah (sejenis surau panggung). Namun seiring perkembangan zaman, tari Saman pun ikut berkembang hingga penggunaannya menjadi semakin sering dilakukan. Kini, tari saman dapat digolongkan sebagai tari hiburan/pertunjukan, karena penampilan tari tidak terikat dengan waktu, peristiwa atau upacara tertentu. Tari Saman dapat ditampilkan pada setiap kesempatan yang bersifat keramaian dan kegembiraan, seperti pesta ulang tahun, pesta pernikahan, atau perayaan-perayaan lainnya. Untuk tempatnya, tari Saman biasa dilakukan di rumah, lapangan, dan ada juga yang menggunakan panggung.

Tari Saman biasanya ditampilkan dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syekh. Penari Saman dan Syekh harus bisa bekerja sama dengan baik agar tercipta gerakan yang kompak dan harmonis.

Makna dan Fungsi
Tari Saman dijadikan sebagai media dakwah. Sebelum Saman dimulai, tampil pemuka adat untuk mewakili masyarakat setempat. Pemuka adat memberikan nasehat-nasehat yang berguna kepada para pemain dan penonton. Syair-syair yang di antunkan dalam tari Saman juga berisi petuah-petuah dan dakwah.
Berikut contoh sepenggal syair dalam tari S aman:

Reno tewa ni beras padi, manuk kedidi mulu menjadi rempulis bunge.

Artinya:

Betapa indahnya padi di sawah dihembus angin yang lemah gemulai. Namun begitu, burung kedidi yang lebih dulu sebagai calon pengantin serta membawa nama yang harum.

Namun dewasa ini, fungsi tarian saman menjadi bergeser. Tarian ini jadi lebih sering berfungsi sebagai media hiburan pada pesta-pesta, hajatan, dan acara-acara lain.

Nyanyian
Pada tari Saman, terdapat 5 macam nyanyian :

1. Rengum, yaitu sebagai pembukaan atau mukaddimah dari tari Saman (yaitu setelah dilakukan sebelumnya keketar pidato pembukaan). Rengum ini adalah tiruan bunyi. Begitu berakhir langsung disambung secara bersamaan dengan kalimat yang terdapat didalamnya, antara lain berupa pujian kepada seseorang yang diumpamakan, bisa kepada benda, atau kepada tumbuh-tumbuhan.
2. Dering, yaitu rengum yang segera diikuti oleh semua penari.
3. Redet, yaitu lagu singkat dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh seorang penari pada bagian tengah tari.
4. Syek, yaitu lagu yang dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara panjang tinggi melengking, biasanya sebagai tanda perubahan gerak.
5. Saur, yaitu lagu yang diulang bersama oleh seluruh penari setelah dinyanyikan oleh penari solo.


Gerakan
Tarian saman menggunakan dua unsur gerak yang menjadi unsur dasar dalam tarian saman: Tepuk tangan dan tepuk dada. Diduga, ketika menyebarkan agama Islam, syeikh saman mempelajari tarian melayu kuno, kemudian menghadirkan kembali lewat gerak yang disertai dengan syair-syair dakwah Islam demi memudahkan dakwahnya. Dalam konteks kekinian, tarian ritual yang bersifat religius ini masih digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah melalui pertunjukan-pertunjukan.

Tarian Saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik, karena hanya menampilkan gerak tepuk tangan dan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak guncang, kirep, lingang, surang-saring (semua gerak ini adalah bahasa Gayo). Selain itu, ada 2 baris orang yang menyanyi sambil bertepuk tangan dan semua penari Tari Saman harus menari dengan harmonis. Dalam Tari Saman biasanya, temponya makin lama akan makin cepat supaya Tari Saman menarik.

Penari
Pada umumnya, tari Saman dimainkan oleh belasan atau puluhan laki-laki. tetapi jumlahnya harus ganjil. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, tarian ini juga dimainkan oleh kaum perempuan. Pendapat Lain mengatakan tarian ini ditarikan kurang dari 10 orang, dengan rincian 8 penari dan 2 orang sebagai pemberi aba-aba sambil bernyanyi. Namun, perkembangan di era modern menghendaki bahwa suatu tarian itu akan semakin semarak apabila ditarikan oleh penari dengan jumlah yang lebih banyak. Di sinilah peran Syeikh, ia harus mengatur gerakan dan menyanyikan syair-syair tari Saman.

Kostum atau busana khusus saman terbagi dari tiga bagian yaitu:
· Pada kepala: bulung teleng atau tengkuluk dasar kain hitam empat persegi. Dua segi disulam dengan benang seperti baju, sunting kepies.
· Pada badan: baju pokok/ baju kerawang (baju dasar warna hitam, disulam benang putih, hijau dan merah, bahagian pinggang disulam dengan kedawek dan kekait, baju bertangan pendek) celana dan kain sarung.
· Pada tangan: topeng gelang, sapu tangan. Begitu pula halnya dalam penggunaan warna, menurut tradisi mengandung nilai-nilai tertentu, karena melalui warna menunjukkan identitas para pemakainya. Warna-warna tersebut mencerminkan kekompakan, kebijaksanaan, keperkasaan, keberanian dan keharmonisan.

Tari saman memang sangat menarik. Pertunjukkan tari Saman tidak hanya populer di negeri kita sendiri, namun juga populer di mancanegara seperti di Australia dan Eropa. Baru-baru ini tari saman di pertunjukkan di Australia untuk memperingati bencana besar tsunami pada 26 Desember 2006 silam. Maka dari itu, kita harus bangga dengan kesenian yang kita miliki, dan melestarikannya agar tidak punah.


Sumber :http://ensiklopedi-budaya-indonesia.blogspot.com


Senin, Juni 27, 2011
http://artvisualizer.files.wordpress.com/2009/08/tari-pendet-02.jpg?w=350&h=364

Tari Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di Pura, sebuah tempat ibadat bagi umat Hindu di Bali, Indonesia. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Tarian ini diciptakan oleh I Wayan Rindi. Rindi merupakan maestro tari yang dikenal luas sebagai penggubah tari pendet sakral yang bisa di pentaskan di pura setiap upacara keagamaan. Tari pendet juga bisa berfungsi sebagai tari penyambutan. Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi “tarian ucapan selamat datang”, meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius.

Wayan Rindi adalah penekun seni tari yang dikenal karena kemampuannya menggubah tari dan melestarikan seni melalui pembelajaran pada generasi penerusnya. Salah satunya terekam dalam beragam foto semasa hidupnya yang aktif mengajarkan beragam tari Bali, termasuk tari pendet pada keturunan keluarga maupun di luar lingkungan keluarganya. Menurut anak bungsunya, Ketut Sutapa, Wayan Rindi memodifikasi tari pendet sakral menjadi tari pendet penyambutan yang kini diklaim Malaysia. Rindi menciptakan tari pendet ini sekitar tahun 1950. Meski dimodifikasi, namun semua busana dan unsur gerakan tarinya tetap mengacu pada pakem seni Bali yang dikenal khas dan dinamis.

Diyakini bahwa tari Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, dewasa maupun gadis. Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik.

Tari putri ini memiliki pola gerak yang lebih dinamis daripada Tari Rejang yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan. Biasanya ditampilkan setelah Tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan, dan perlengkapan sesajen lainnya.

Tindakan Malaysia yang mengklaim tari pendet sebagai bagian dari budayanya amat disesalkan keluarga Wayan Rindi. Pada masa hidupnya, Wayan Rindi memang tak berfikir untuk mendaftarkan temuannya agar tak ditiru negara lain. Selain belum ada lembaga hak cipta, tari Bali selama ini tidak pernah di patenkan karena kandungan nilai spiritualnya yang luas dan tidak bisa dimonopoli sebagai ciptaan manusia atau bangsa tertentu. Namun dengan adanya kasus ini, Sutapa yang juga dosen tari di Institut Seni Indonesia (ISI) Bali berharap pemerintah mulai mengambil langkah untuk menyelamatkan warisan budaya nasional dari tangan jahil negara lain.























https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi578NRaFYB5oJKtrxBJl29v7vGsHiNvmuo9A31hslMBs75g-7PkF1zCNkmwvQcwIhf9cIloARcr0VCWEVOsCu5TBWRNTWcpGrCvxzu9nGx1Bpyl1qteaclaovm1EKD9d1_v_y2BubvWw/s320/reog-ponorogo.jpg

Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.

Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberapa peristiwa seperti pernikahan, khitanan dan hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita.
Tarian ini dinamakan tari jaran kepang, yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu.Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar,Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan kepada penontonnya.Adegan terakhir adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa mencapai 50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan tapa.


Tari Merak

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/a/a0/Tari_Merak.jpg/300px-Tari_Merak.jpg

Tari Merak
Tari Merak merupakan salah satu ragam tarian kreasi baru yang mengekspresikan kehidupan binatang, yaitu burung merak. Tata cara dan geraknya diambil dari kehidupan merak yang diangkat ke pentas oleh Raden Tjetje Somantri.

Deskripsi

Merak yaitu binatang sebesar ayam, bulunya halus dan dikepalanya memiliki seperti mahkota. Kehidupan merak yang selalu mengembangkan bulu ekornya agar menarik burung merak wanita meninspirasikan R. Tjetje Somantri untuk membuat tari Merak ini.

Dalam pertunjukannya, ciri bahwa itu adalah terlihat dari
pakaian yang dipakai penarinya memiliki motif seperti bulu merak. Kain dan bajunya menggambarkan bentuk dan warna bulu-bulu merak; hijau biru dan/atau hitam.[2] Ditambah lagi sepasang sayapnya yang melukiskan sayap atau ekor merak yang sedang dikembangkan. Gambaran merak bakal jelas dengan memakai mahkota yang dipasang di kepala setiap penarinya.
Tarian ini biasanya ditarikan berbarengan, biasanya tiga penari atau bisa juga lebih yang masing-masing memiliki fungsi sebagai wanita dan laki-lakinya. Iringan lagu gendingnya yaitu lagu Macan Ucul biasanya. Dalam adegan gerakan tertentu terkadang waditra bonang dipukul di bagian kayunya yang sangat keras sampai terdengar kencang, itu merupakan bagian gerakan sepasang merak yang sedang bermesraan.
Dari sekian banyaknya tarian yang diciptakan oleh Raden Tjetje Somantri, mungkin tari Merak ini merupakan tari yang terkenal di Indonesia dan luar negeri. Tidak heran kalau seniman
Bali juga, diantaranya mahasiswa ASKI Denpasar menciptakan tari Manuk Rawa yang konsep dan gerakannya hampir mirip dengan tari Merak.

Tari Piring

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/a/ac/Tarian_Piring.jpg/220px-Tarian_Piring.jpg

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/78/Tarian_Piring1.jpg/220px-Tarian_Piring1.jpg

Penari tari piring yang tengah memijak piring pecah
Tari Piring atau dalam bahasa Minangkabau disebut dengan Tari Piriang adalah salah satu seni tari tradisonal di Minangkabau yang berasal dari kota Solok, provinsi Sumatera Barat. Tarian ini dimainkan dengan menggunakan piring sebagai media utama. Piring-piring tersebut kemudian diayun dengan gerakan-gerakan cepat yang teratur, tanpa terlepas dari genggaman tangan.

Sejarah

Pada awalnya, tari ini merupakan ritual ucapan rasa syukur masyarakat setempat kepada dewa-dewa setelah mendapatkan hasil panen yang melimpah ruah. Ritual dilakukan dengan membawa sesaji dalam bentuk makanan yang kemudian diletakkan di dalam piring sembari melangkah dengan gerakan yang dinamis.
Setelah masuknya agama Islam ke Minangkabau, tradisi tari piring tidak lagi digunakan sebagai ritual ucapan rasa syukur kepada dewa-dewa[3]. Akan tetapi, tari tersebut digunakan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat banyak yang ditampilkan pada acara-acara keramaian.

Gerakan

Gerakan tari piring pada umumnya adalah meletakkan dua buah piring di atas dua telapak tangan yang kemudian diayun dan diikuti oleh gerakan-gerakan tari yang cepat, dan diselingi dentingan piring atau dentingan dua cincin di jari penari terhadap piring yang dibawanya. Pada akhir tarian, biasanya piring-piring yang dibawakan oleh para penari dilemparkan ke lantai dan kemudian para penari akan menari di atas pecahan-pecahan piring tersebut[4].
Tarian ini diiringi oleh alat musik Talempong dan Saluang. Jumlah penari biasanya berjumlah ganjil yang terdiri dari tiga sampai tujuh orang. Kombinasi musik yang cepat dengan gerak penari yang begitu lincah membuat pesona Tari Piring begitu menakjubkan. Pakaian yang digunakan para penaripun haruslah pakaian yang cerah, dengan nuansa warna merah dan kuning keemasan.








Reog (Ponorogo)

Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.

Sejarah

Pertunjukan reog di Ponorogo tahun 1920. Selain reog, terdapat pula penari kuda kepang dan bujangganong.
Ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog dan Warok ], namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak istri raja Majapahit yang berasal dari Cina, selain itu juga murka kepada rajanya dalam pemerintahan yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan di mana ia mengajar seni bela diri kepada anak-anak muda, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan kerajaan Majapahit kembali. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan "sindiran" kepada Raja Kertabhumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabhumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50 kg hanya dengan menggunakan giginya. Kepopuleran Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Bhre Kertabhumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer di antara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru di mana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewandono, Dewi Songgolangit, dan Sri Genthayu.
Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun di tengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujang Anom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan "kerasukan" saat mementaskan tariannya.
Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur mereka sebagai warisan budaya yang sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut garis keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.